Kamis, 03 Januari 2013

Malam Jumat

Alkisah disuatu kampung nan jauh di ujung kaki gunung arjuna, teletak di wilayah kota yang berhawa cukup sejuk. Tehampar kampung yang dulunya dikelilingi sawah hijau, nan indah, sejuk, damai, penduduk nya aman sentosa, tiap pagi bisa dilihat burung bangau putih di depan rumah & hamparan sawah hijauuuu, sampai batas luar desa .... lukisan alam yg ngga pernah bisa hilang di ingatan sampai kini.

Tapi kini sudah 30 tahun berlalu, semua gambaran itu berubah 1000%, depan rumah sudah berdiri menjulang tinggi tembok ruko, sawah yang dahulu hijau berganti perumahan kaplingan, punya orang-2 kaya dari luar kota, dan jangan harap bisa jalan-2 di sawah, karena sudah berganti dengan aspal jalan yang membelah wajah desaku. Dan kata damai, menjadi impian saat ini, karena sudah banyak masalah yg ada ..... tepo sliro sdh luntur dan berganti maling curanmor yang sewaktu-waktu mengintai .... motor. Meskipun diparkir didepan rumah.

Dan orang-2 nya sdh banyak yg pindah juga, sehingga acara yang rutin aku hadiri seperti malam jumat ini, Tahlilan, menjadi seperti acara mistis keagamaan yang sudah menjadi acara antik. Bagi sebagian orang dan sebagian teman ku sendiri ......... sepermainan ku dulu.
Ya Allah ......  !

Saya bersyukur meski saya menjadi antik karenanya, dikarenakan ini kebutuhan saya, saya butuh bersosial, butuh bermasyarakat, saya butuh berdzikir kepada Allah, seperti saat ini. Dan ini yang ngga boleh berubah. Meski suasana kampung ku sudah berubah, yah .......... semuanya berubah, tetapi tahlilan tidak boleh berubah. Titik.